Pendampingan Calon Pengantin, Ibu Hamil, dan Keluarga Risiko Tinggi Stunting
Konsep Pendampingan pada Pra Nikah, Ibu Hamil, dan pasca Persalinan sampai di bawah 2 tahun ini sangat berbeda dan harus kita Jelaskan dengan teliti agar orang lain kemudian mengerti yang kita maksudkan dan tidak campuran.
Pendampingan Calon Pengantin
Konsep yang dikembangkan oleh BKKBN itu menilai status gizi pada calon pasangan usia subur 3 bulan sebelum menikah, sehingga dia akan terkoreksi sebelum nanti masuk masa pernikahan dan bulan madu.
Ini dilatarbelakangi oleh banyaknya remaja calon-calon pasangan usia subur yang status gizinya bisa undernutrition atau ada yang sebagian anemia, yang kalau tidak dicegah akan menghasilkan kehamilan stunting.
Mencegah sejak tiga bulan bagi calon-calon pengantin ini penting sekali, karena angkanya sangat mempengaruhi secara signifikan untuk keseluruhan stunting dan keseluruhan kelahiran. Karena jumlah yang nikah dalam satu tahun di seluruh Indonesia sekitar 2 juta pasangan, dan yang hamil kurang lebih 1,6 juta hampir sepertiga dari kehamilan keseluruhan berasal dari calon pasangan atau dari pasangan usia subur baru.
Inilah strategi pertama yang kita kerjakan untuk mencegah dari hulu. Secara teknis pendampingan terhadap calon pasangan usia subur tidak perlu lama dan tidak rumit. Karena hanya mengembangkan aplikasi yang dipakai untuk mendaftar mereka yang ingin nikah itu. Tetapi di dalam aplikasi itu memasukkan ukuran-ukuran status nutrisi, seperti usia, tinggi badan, berat badan, dan HB. Setelah itu bisa dinilai status gizinya, dan bisa dipilah siapa dan harus mendapatkan apa?
Dari hasil itu bisa dibawa di dalam forum rembuk stunting atau semacam audit stunting yang kemudian ini dijadikan dasar untuk melakukan terapi pada saat itu sebelum nanti dinikahkan. Basisnya bisa kecamatan ataupun kabupaten, jika wilayah kabupatennya sangat besar maka bisa berbasis kecamatan. Inilah pendampingan yang hanya membutuhkan waktu 3 bulan dan mungkin pendampingannya pun bisa cara tidak langsung.
Konsep yang dikembangkan BKKNI yaitu begitu dia ketahuan anemia maka dia kita kirim modul secara virtual, yang terkait dengan cara penanganan anemia, minum tablet tambah darah berapa hari, bagaimana cara minumnya, di mana mendapatkan tablet tambah darah itu, dst. Kemudian penilaian-penilaian dilakukan setelah melakukan minum tablet tambah darah itu menjelang nikah.
Ini tidak menghambat orang menikah, tetapi memang menjadi syarat kalau mau nikah. Kalau tidak memenuhi syarat misalkan anemia, kita tidak akan melarang untuk menikah. Tetapi kita menyarankan kalau memang masih anemia atau undernutrition, mungkin bisa menggunakan alat kontrasepsi dahulu, misal pil atau kondom yang ringan, supaya fertilitas tetap baik.
Dari sini kita akan kaya data orang yang akan nikah, tentang HB-nya, status nutrisinya, body mass index-nya dan seterusnya. Inilah terobosan yang harus kita lakukan dalam pendampingan calon pasangan usia subur dan kita melakukan sesuatu yang belum dilakukan, karena kita ingin ada terobosan inovasi dan penurunan stunting secara signifikan menjadi 14%. Kalau kita tidak melakukan hal baru, businness as ussual, saya yakin tidak akan ada perubahan. Dan kalau BKKBN tidak diperkenankan melakukan hal yang baru, maka tidak ada gunanya BKKBN ditunjuk menjadi ketua percepatan penanganan stunting. Itulah pentingnya kita perjuangkan pendampingan pranikah. Mohon untuk kemudian direnungkan, kemudian dicari cara agar menjadi lebih inovatif, mudah dipahami oleh orang lain, dan bisa dilaksanakan dengan baik.