Mekanisme, Langkah Kerja, dan Tugas Tim Pendamping Keluarga

Mekanisme Kerja Tim Pendamping Keluarga secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:

Pertama, Tugas Utama Tim Pendamping Keluarga melaksanakan pendampingan yang meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial dan survailance kepada keluarga termasuk Calon Pengantin/Calon Pasangan Usia Subur dan/atau keluarga berisiko stunting serta melakukan surveilans kepada sasaran prioritas untuk mendeteksi dini faktor risiko stunting.

Kedua, Peranan Dalam rangka memperkuat pelaksanaan tugas pendampingan keluarga, setiap tenaga dalam Tim Pendamping Keluarga memiliki pembagian peranan, yaitu : a.Bidan sebagai koordinator pendampingan keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan. b.Kader/Pengurus TP PKK Tingkat Desa/Kelurahan sebagai penggerak dan fasilitator (mediator) pelayanan-pelayanan bagi keluarga. c.Kader KB sebagai pencatat dan pelapor data/perkembangan pelaksanaan pendampingan keluarga dan/atau kelompok sasaran.

Ada tiga langkah kerja yang harus dilalui oleh Tim Pendamping Keluarga agar hasilnya optimal. Kelima langkah kerja tersebut adalah sebagai berikut:

Langkah pertama: koordinasi Tim Pendamping Keluarga berkoordinasi dengan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) sekaitan dengan rencana kerja, sumber daya, pemecahan kendala pelaksanaan pendampingan keluarga di lapangan.

Langkah kedua: pelaksanaan penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial Pelaksanaan pendampingan yang meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial kepada sasaran prioritas percepatan penurunan Stunting sesuai dengan kebutuhan mereka dalam kerangka percepatan penurunan Stunting.

Langkah ketiga: pencatatan dan pelaporan Tim pendamping keluarga melakukan pencatatan dan pelaporan hasil pendampingan dan pemantauan keluarga berisiko Stunting sebagai bahan pertimbangan pengambilan tindakan yang dibutuhkan dalam upaya percepatan penurunan Stunting. Pencatatan dan pelaporan dilakukan melalui sistem aplikasi dan/atau manual

Tugas Pendampingan

Diharapkan, Tim pendamping keluarga ini dapat melakukan pendampingan keluarga secara berkelanjutan mulai dari calon pengantin, Pasangan Usia Subur, masa kehamilan, masa nifas dan kepada bayi baru lahir 0 – 59 bulan.

Pada calon pengantin dilakukan skrining kelayakan menikah 3 bulan sebelum hari H (variabel: Umur, Tinggi Badan, Berat Badan, Lingkar Lengan Atas/LiLA) terdiri 2 kategori: Lolos skrining berarti layak menikah. Tidak lolos skrining perlu pendampingan ketat. Jika tidak lolos skrining, diberi waktu koreksi selama 3 bulan, laporkan hasil akhir (terkoreksi atau belum).

Pada Pasangan Usia Subur (PUS) dilakukan skrining kelayakan calon ibu hamil, terdiri dari 2 kategori: Calon ibu hamil sehat (berasal dari yang lolos skrining dan yang terkoreksi). Calon ibu hamil dengan penyulit (berasal dari yang belum terkoreksi). Selain itu Tim Pendamping Keluarga juga melakukan pendampingan dan memberikan pelayanan kontrasepsi untuk menunda kehamilan (pil atau kondom). Pada masa kehamilan dilakukan pendampingan pada semua ibu hamil dengan melakukan skrining awal (variabel: risiko 4T, Hb, status gizi KEK/Obes berdasar Indeks Massa Tubuh (IMT) dan atau LiLA serta penyakit penyerta), terdiri dari 3 kategori: Kehamilan Sehat, Kehamilan Patologis (penyakit penyerta) dan Kehamilan Risiko Stunting (spesifik: anemia, KEK, 4T). Dilakukan pendampingan ketat pada kehamilan Risiko Stunting dan Kehamilan Patologis, masif 8-10 kali selama kehamilan, terintegrasi dengan Tim ANC Puskesmas/Tk. Kecamatan. Pendampingan juga dilakukan pada kehamilan sehat, dengan intensitas 6-8 kali, terintegrasi dengan Tim ANC Puskesmas/Tk. Kecamatan  Pendampingan ketat harus dilakukan pada janin terindikasi Risiko Stunting, terdiri dari 2 kategori: Janin Sehat dan Janin Risiko Stunting (variabel: TBJ tidak sesuai usia kehamilan (PJT), gemelli). Diperlukan deteksi dini setiap penyulit. Jangan sampai terlambat mendiagnosa dan terlambat merujuk yang akhirnya membuat terlambat dalam penanganannya (menekan AKI dan AKB).

Pada Ibu Masa Nifas, TPK harus memastikan KB pasca persalinan, ASI eksklusif, imunisasi, asupan cukup gizi ibu menyusui, serta tidak ada komplikasi masa nifas. Pastikan kunjungan Postnatal Care (PNC).

Pada balita 0 – 59 bulan dilakukan upaya sebagai berikut; (1) Usia 0-23 bulan Skrining awal bayi baru lahir (variabel: BB, PB, ASI Eksklusif, MPASI, Imunisasi Dasar Lengkap, penyakit kronis; ISPA, kecacingan, diare, berat badan dan tinggi badan sesuai usia, perkembangan sesuai usia), terdiri dari 2 kategori:  Bayi Lahir Sehat (kondisi normal)  dan Bayi Lahir Risiko Stunting (BBLR, Premature, PB kurang dari 48 cm, tidak mendapatkan ASI Eksklusif, tidak mendapatkan MPASI, tidak mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap, mengalami sakit kronis : ISPA, kecacingan, diare, mengalami gizi kurang, mengalami gizi buruk, berat badan dan tinggi badan tidak sesuai usia, perkembangan tidak sesuai usia). (2) Dilakukan pendampingan baduta sampai usia 23 bulan.

Pada Usia 24-59 bulan, Tim Pendamping Keluarga harus memastikan bahwa balita dalam kondisi sehat (normal) atau balita tidak sehat; mengalami sakit kronis : ISPA, kecacingan, diare, mengalami gizi kurang, mengalami gizi buruk, berat badan dan tinggi badan tidak sesuai usia, perkembangan tidak sesuai usia. Hal ini terkait dengan upaya penanganannya. Selain itu Tim Pendamping Keluarga juga melakukan pendampingan balita sampai usia 59 bulan. Mengingat begitu besarnya tugas dan tanggung jawab Tim Pendamping Keluarga dalam rangka percepatan penurunan stunting di Indonesia, sudah selayaknya kita memberikan dukungan sepenuhnya agar tim ini dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Setidaknya kita memberikan dukungan dan semangat agar mereka siap menghadapi tantangan dan hambatan yang menghadang.

Leave a Reply